TANAH KAO
Melacak Jejak Peradaban Islam di Halmahera Utara

Terletak, di pesisir timur Halmahera Utara, wilayah Kao, adalah satu dari sekian wilayah di bagian utara Pulau Halmahera yang kaya sumberdaya, baik alam maupun sumberdaya budaya. Ragam tinggalam budaya bersinggungan sangat dekat dengan kekayaan sumberdaya alam, berupa tambang emas. Ekploitasi tambang sudah lama berlangsung. Kira -kira sejak pertengan tahu 90an. Laju eksploitasi sumberdaya alam, ternyata berbanding terbalik dengan upaya penggalian sumberdaya budaya, yang lama tak tersentuh. Sumberdaya budaya, sebagai domain penting dalam pelacakan bukti-bukti sejarah dan perkembangan peradaban tampaknya masih terpendam jauh dalam memori kolektif publik. Tanah Kao, wilayah yang kaya sumberdaya alam, namun dilupakan jejak peradabannya. Oleh karenanya, bukan tanpa alasan ketika Balai Arkeologi Ambon, menurunkan tim penelitiannya pada tanggal 24 Februari – 9 Maret 2016 untuk menelusuri jejak peradaban kuno di wilayah itu. Tim penelitian diketuai oleh Wuri Handoko dan dibantu oleh 5 anggota tim. Kao, adalah wilayah Halmahera, yang dalam literature tidak banya diungkap, padahal jejak peradaban sejak masa prasejarah ditemukan pula disana.


Kao adalah bagian dari Tanah Halmahera, yang katanya dari sana dapat melacak bukti-bukti sebagai tanah asal (homeland) budaya penutur Austronesia. Dalam masa sejarah, Tanah Kao, tidak dapat dipisahkan dari identitas asal usul komunitas suku di Halmahera, namun namanya kalah kesohor di banding Tobelo dan Galela, yang dikenal dalam sejarah Kerajaan Moro. Telaga Lina, adala sebuah lokasi di pedalaman Tanah kao, disebut-sebut sebagai tanah asal-usul suku yang bermukim di Halmahera Utara, yang diantaranya suku Tobelo, Galela, Kao dan suku-suku lainnya. Adalah tidak berlebihan, jika asal-usul identitas etnis Halmahera uatara, cikal bakalnya lahir di Tanah Kao. Namun sekali lagi, hal ini tidak banyak diungkap dalam berbagai literature sejarah lokal Halmahera Utara dan Maluku Utara.




Terutama, makam-makam misterius dan lokasi situs masjid kuno yang meninggalkan jejak umpak-umpak tiang masjid, menjadi bukti peradaban Islam yang berkembang. Tampaknya situs kampung Tua Kao, menjadi bukti adanya pemukiman muslim di sana. Jejak-jejak pemukiman yang maju dari sebaran artefaktual berupa gerabah tanah liat dan piring-piring impor, tanda perjumpaan penduduk lokal dengan pedagang asing. Bukti-bukti makam kuno Islam dengan ciri tipologi dari wilayah-wilayah seberang, menjadi tanda perjumpaan penduduk lokal dengan para penyiar Islam dari tanah seberang. Tipologi makam yang tersebar hamper memenuhi lebih separo areal situs, menjadi bukti intensitas penyebaran Islam di Tanah Tipologi makam kuno Islam, yang berciri makam Islam Aceh, Jawa dan juga Ternate serta ciri lokal, menjadi bukti bahwa masyarakat lokal berhubungan dengan para pedagang dan mungkin sekaligus penyebar Islam dari wilayah Sumatra, Jawa dan juga kekuasaan Islam di Ternate itu sendiri.

Dalam sejarah lokal, Tanah Kao tidak bisa dilepaskan dari pusat kekuasaan Islam di Ternate. Ternate dikenal sebagai pusat kekuasaan Islam yang melebarkan sayap kekuasaannya di wilayah-wilayah pinggirannya bahkan menyeberang jauh ke wilayah-wilayah seberang lautan baik dalam lingkup kawasan kepulauan Maluku bahkan ke wilayah yang lebih jauh dari lingkup kawasan kepulauannya. Para sangaji di wilayah-wilayah ekspansi Islam Ternate, adalah bukti ekspansi kekuasaan sekaligus penyebaran Islam dari Ternate. Tanah Kao, adalah salah satu wilayah ekspansi Islam Ternate. Bukti-bukti sejarah dan arkeologi yang ditemukan disana, menjadi tanda bahwa Tanah Kao sangat penting dimata Ternate, selain sebagai pemasok bahan kebutuhan pokok ke Ternate, Kao bisa jadi pula, menjadi wilayah konsolidasi penyebaran Islam di wilayah Halmahera Utara.





Bukti-bukti arkeologi dan etnografi di wilayah Tanah Kao, menjadi bukti perkembangan peradaban Islam di Halmahera Utara, yang selama ini terpendam dan tidak terungkap di permukaan. Belum lagi bagaimana pengaruh budaya dari luar yang masuk ke wilayah Kao, mengalami proses asimilasi dan akulturasi dengan budaya lokal, juga medan penelitian yang selama ini belum tergarap. Bukti-bukti arkeologi, berupa alat permainan gacuk, berupa tanah liat bakar berwarna merah, berbentuk bundar, selama ini dikenal sebagai permainan anak-anak di Pulau Jawa. Temuan di wilayah pedalaman Kao, menjadi bukti intensitas hubungan Jawa dan Halmahera Utara, baik dalam jaringan niaga maupun penyebaran budaya dan tentu saja penyebaran Islam, juga bagian dari sejarah perkembangan peradaban di Tanah Kao. Tidak hanya itu, hubungan Kao dengan wilayah-wilayah lain, baik dalam ekskalasi niaga maupun penyebaran Islam diperlihatkan oleh sebaran artefak-artefak impor. Piring-piring kuno China, entah dibawa langsung pedagang China maupun pedagang-pedagang pengumpul baik dari wilayah Maluku, Jawa dan Sumatara (melayu), menjadi bukti adanya mekanisme niaga, yang sekaligus jaringan ekonomi antara pedagang lokal dan pedagang asing, baik di wilayah pesisir maupun wilayah pedalaman.



Bukti-bukti peran penguasa dalam jaringan ekonomi bisa ditelusurui karenanya. Selain itu proses penyebaran Islam, sekaligus melalui jalan niaga dan penguasaan ekonomi membuktikan bahwa mekanisme dan cara-cara Islamisasi yang kompleks, yang kemungkinan melibatkan para penguasa. Ini menjadi bukti peradaban yang sangat maju, disamping memberikan pemahaman kepada kita, bahwa penyebaran Islam melalui mekanisme pertumbuhan niaga dan ekonomi serta politik ekspansionisme, menjadi mata rantai eksistensi Islam itu sendiri. Selain itu karakteristik Islam awal yang berkembang, juga dapat menjadi bahan interpretasi, bahwa kharisma-kharisma para penyebar Islam, secara individu-individu juga menjadi daya Tarik masyarakat lokal mengkonversi ke agama Islam. Ketokohan Syekh Mansyur, dalam berbagai tradisi tutur, memperlihatkan penghormatan dan sakralitas ketokohan Syekh Manyur sebagai syekh atau pandita atau penyebar Islam yang penuh aura mistik. Ketokohannya, memperlihatkan bagaimana Islam, dipahami pula dalam cara pandang tradisionalisme sufi. Data arkeologi, berupa makam Syekh Mansyur di tempat yang tinggi, menjadi bukti sakralitasnya. Belum lagi, tradisi penghormatan melalui ritual ziarah makan, yang dikenal ritual tagi jere, adalah bukti bahwa perlakuan terhadap orang yang dimakamkan, dengan cara mensucikan atau mengkeramatkan makam, merupakan bukti berkembangnya sufisme yang menciptakan tradisi ziarah keramat. Perkembangan tarekat-tarekat sufi, berikutnya munculnya syekh-syekh, menyebabkan pengkeramatan sejumlah besar wali-wali yang sudah meninggal, dan mereka itu merupakan sebagian besar dari fenomena ziarah. Ini juga menjadi bukti bahwa perkembangan tradisionalisme sufi, adalah salah satu ciri spesifik perkembangan Islam di masyarakat-masyarakat lokal sebagai bagian dari penghormatan terhadap arwah leluhur, tanpa meninggalkan ke Islamannya. Selama ini sejarah peradaban Tanah Kao, sebelum pelacakan arkeologis ini, demikian tersembunyi, kecuali bahkan hanya diketahui hanya oleh sebagian kecil masyarakat disana. hasil pelacakan sejarah dan peradaban Islam di Tanah Kao, Halmahera Utara, melalui bukti-bukti arkeologi, menunjukkan bertapa dinamisnya budaya dan peradaban di sana. (WH)